“Ya Allah, kuatkanlah mereka dalam menjalankan ibadah haji. Sehatkan tubuh dan hati mereka. Terimalah amalan mereka, dan jadikanlah mereka haji yang mabrur. Kembalikan mereka ke tanah air dengan selamat, membawa cahaya keimanan yang bisa menyinari keluarga, masyarakat, dan negeri ini.”
Sorotistananews.com, Jakarta – Minggu pagi ini, kabar yang menyejukkan hati datang dari Tanah Suci: rombongan pertama jamaah haji Indonesia telah tiba dengan selamat di Makkah Al-Mukarramah.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan dunia dan berita-berita yang sering mencemaskan, kehadiran para tamu Allah di kota suci menjadi pengingat bahwa ada satu panggilan yang tak pernah lekang oleh waktu: panggilan untuk menunaikan ibadah haji.
Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”
(QS. Al-Hajj: 27)
Ayat ini bukan hanya kisah masa lalu Nabi Ibrahim AS, tetapi kenyataan yang hidup hingga hari ini. Ratusan ribu jamaah Indonesia, dari berbagai latar belakang—petani, guru, pedagang, pejabat, hingga pensiunan—meninggalkan kampung halaman dengan satu tujuan: memenuhi panggilan suci ke Baitullah.
Ibadah haji bukan hanya perjalanan fisik, melainkan juga spiritual. Banyak di antara mereka yang telah menunggu bertahun-tahun, menabung dari hasil kerja keras yang tak seberapa, hanya untuk bisa berdiri di hadapan Ka’bah, tempat yang menjadi kiblat umat Islam di seluruh dunia. Kepergian mereka adalah bentuk pengorbanan, kesungguhan, dan kerinduan kepada Sang Pencipta.
Setibanya di Makkah, mereka langsung merasakan aura kesakralan tanah suci—udara yang hangat, lantai masjid yang sejuk, dan langit yang terasa lebih dekat. Suara adzan dari Masjidil Haram menyentuh relung hati, mengingatkan bahwa segala yang fana akan berakhir, dan hanya Allah-lah yang kekal.
Dalam setiap langkah thawaf dan sujud mereka, jamaah haji Indonesia membawa lebih dari sekadar doa pribadi. Mereka membawa harapan keluarga, bangsa, dan umat. Ada yang memohon agar anak-anaknya menjadi anak saleh dan cerdas. Ada yang mengadu tentang sakit yang tak kunjung sembuh. Tapi ada juga yang berdo’a agar Indonesia tetap damai, aman dari fitnah, dan dipimpin oleh orang-orang jujur yang takut kepada Tuhan.
Di Tanah Haram, tidak ada sekat antara rakyat dan pemimpin. Semua sama di hadapan Allah. Dalam ihram yang putih dan sederhana, hanya amal dan keikhlasan yang membedakan satu dengan yang lain. Di sanalah letak keagungan ibadah ini: menyatukan umat dalam kepasrahan total kepada Ilahi.
Bagi kita yang masih berada di tanah air, kedatangan jamaah haji di Makkah adalah cermin yang jernih. Ia menyentil hati bahwa hidup bukan hanya tentang bekerja dan bersaing, tetapi juga tentang mengabdi dan menundukkan ego di hadapan Yang Maha Kuasa. Haji mengajarkan kita disiplin, kesabaran, solidaritas, dan tawakal—nilai-nilai yang jika dihidupkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, akan melahirkan masyarakat yang kuat dan bermartabat.
Sambil menyeruput kopi pagi ini, marilah kita kirimkan do’a tulus untuk para jamaah haji Indonesia:
“Ya Allah, kuatkanlah mereka dalam menjalankan ibadah haji. Sehatkan tubuh dan hati mereka. Terimalah amalan mereka, dan jadikanlah mereka haji yang mabrur. Kembalikan mereka ke tanah air dengan selamat, membawa cahaya keimanan yang bisa menyinari keluarga, masyarakat, dan negeri ini.”
Dan bagi kita semua yang belum berangkat, semoga Allah memanggil kita ke rumah-Nya dengan cara dan waktu terbaik. Karena sebagaimana janji-Nya, siapa yang berniat haji & umroh dan bersungguh-sungguh, maka Allah akan membukakan jalan yang tak disangka-sangka. Aamiin YRA🤲🤲