Pekanbaru – Peristiwa ini semakin menunjukkan ketegangan yang terjadi antara masyarakat Desa Pantai Raja, Desa Bangun Sari, dan Desa Mentulik dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait dengan SK Kementerian Kehutanan Nomor 11490 Tahun 2024 yang berkaitan dengan pengelolaan hutan kemasyarakatan. Masyarakat menganggap bahwa kebijakan tersebut merugikan mereka, terutama karena mereka telah mengelola lahan tersebut selama bertahun-tahun.
Dalam penjelasan yang disampaikan oleh H. Nendi, ia mengungkapkan bahwa pihak LHK hanya mengambil data persyaratan di kantor camat dan tidak turun langsung ke lapangan untuk memverifikasi kondisi sebenarnya. Hal ini, menurut H. Nendi, adalah kesalahan yang sangat signifikan, karena verifikasi langsung ke lapangan sangat penting untuk memastikan keabsahan data dan memeriksa siapa saja petani yang terdaftar serta batas-batas lahan yang dikelola. Masyarakat merasa bahwa ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan data yang dapat merugikan mereka.
H. Nendi bersama masyarakat dari ketiga desa tersebut menegaskan bahwa mereka akan terus memperjuangkan hak mereka atas lahan yang mereka klaim telah direbut oleh Hanafi dan kelompoknya. Mereka semakin meyakini bahwa ada permainan oknum-oknum di kalangan camat dan kepala desa yang berpotensi memperburuk keadaan.
Ketegangan semakin meningkat ketika, saat awak media mencoba melakukan konfirmasi dengan Bapak Pardosi, perwakilan LHK, terkait pernyataan yang telah disampaikan, Bapak Pardosi malah menghindar dan kabur dari para awak media. Sikap ini semakin memperburuk persepsi publik tentang transparansi dan kredibilitas proses pengelolaan hutan kemasyarakatan yang sedang berlangsung.
Situasi ini menunjukkan adanya ketidakpuasan yang mendalam dari masyarakat terhadap cara kebijakan ini diterapkan dan dugaan adanya ketidakterbukaan serta potensi manipulasi dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam.